sponsor

BOS dari Segala Mimpi

Oleh : Fanada Sholihah
Alumni MA HK 2013



Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya .― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass


Dear: Adikku,

Dik, kuketik surat ini segera setelah memikirkanmu bermenit lalu. Kita sudah sangat lama tanpa kabar. Jarak kadang memang mestinya dilipat dengan medium pertemuan, tapi jika hari-hari ini kita tak bisa melakukannya, barangkali surat ini akan menggantikannya. Malam ini, aku hanya akan mendongengkanmu sebuah kisah nyata, yang pernah atau kerap kali menjadi bagian dari keseharian kita. Kuharap kamu tak sedang mengantuk saat membacanya. 

Salah seorang sahabatku bicara soal masa depan, “salah satu cara terbaik untuk membunuh harapan dan mimpi seseorang adalah dengan meyakinkannya bahwa dia tidak becus.” Kata-kata ini, pernah menjadi realita dalam sebuah kisah yang kubaca bertahun lalu saat aku masih duduk di bangku sekolah, sama  sepertimu saat ini. Kau bisa menemukan kisah itu dalam judul “The Ballerina who Gave up Too Easily” di Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Inggris SMP. 

[Balerina itu punya kaki yang lincah dan gemulai, ia menari-nari seperti perempuan terbang di panggung pertunjukkan. Pertunjukkan berakhir dengan riuh tepuk tangan para penonton. Ia menuruni panggung lalu bertemu dengan pelatih yang paling dikaguminya. Ia bergegas melempar pertanyaan, sebetulnya bukan sekadar pertanyaan biasa, tersirat begitu jelas keinginannya untuk mendapatkan pengakuan. “Pak Pelatih, aku bersungguh-sungguh ingin jadi penari balet yang hebat, tetapi aku tidak tahu apakah aku betul-betul memiliki bakat untuk itu. Bagaimana menurutmu penampilanku tadi, pak?”  
Pelatih itu mengerutkan dahi sambil bicara dengan nada getir, “Tidak, kurasa, penampilanmu tadi cukup payah, kurasa degan bakat seperti itu sangat sulit untuk menjadi penari balet yang hebat. Maaf aku telah gagal melatihmu.” Perempuan itu segera pulang dengan wajah redup, tampaknya, ia juga menangis sepanjang jalan. Kornea matanya merah dan basah. Itu adalah hari terakhir ia memakai sepatu balet. Ia pun tak pernah lagi menari, tidak sekalipun. Masa depannya berakhir sebagai wanita penjaga toko roti di sudut kota. Mimpinya yang luas dan panjang soal dunia tari sudah tuntas dikubur bersama kata-kata yang paling tidak ingin didengarnya. 
Puluhan tahun telah berlalu, waktu menakdirkan pertemuannya kembali dengan seorang lelaki tua berusia sekitar 80 tahun, ia adalah pelatih balet yang telah menyesakkan hidupnya selama berpuluh tahun itu. Ia kembali bergegas mendekati pelatihnya, lalu bertanya dengan intonasi meninggi, “Bapak masih ingat perkataan malam itu? Sebuah pengakuan yang betul-betul telah mengacaukan hidup saya. Bagaimana Bapak bisa mengatakan bahwa penampilan saya cukup payah dan saya tidak berbakat?”
Pelatih itu memberi rangkulan persahabatan pada kedua lengannya. “Tidak.. Maksud saya bukan begitu. Dengarkanlah, menjadi hebat bukan soal mendapatkan pengakuan dari orang lain, itu soal keyakinan dan kepercayaan dirimu. Semua ada pada dirimu. Maaf, aku sedang mengujimu waktu itu. Seharusnya kau tak menggangap serius kata-kataku.”]

Kau sudah membaca tuntas cerita itu? Barangkali, terkadang begitulah hidup. Begitu banyak dentuman yang memorak-porandakan segenap mimpi, suara-suara keras itu punya resonansi yang mampu terdengar dari sudut mana pun, bahkan ketika kau sedang berlindung di balik meja.  Yakinlah, tidak adalah jalan yang paling aman untuk menyelamatkan mimpi-mimpi kita, kecuali dengan merawat dan meyakininya. 

Aku senang melihat teman-teman Hasan Kafrawi bertumbuh menjadi sosok hebat dengan versi masing-masing. Kau tentu kenal Kak Yuwafi, yang ternyata punya pita suara melengking, dia sudah jadi pemukul rabanna dan penyanyi yang handal; Mbak Claudia Syarifah, pernah diundang jadi pembicara di Perserikatan Bangsa-Bangsa Amerika, semuanya Gratis; Kak Elys Sholihah, sekarang sedang jadi pebinis dan Youtuber di Channel Elys Official; Kak Maulana Ali, sempat jadi pimpinan redaksi majalah kampus dan punya jejak publikasi di berbagai media massa serta Manager Program NU-Care Lazisnu Jateng; Kak Syafiil, pegawai Bank kepercayaan berbagai nasabah, kak Imam Muslim, sekarang dia sangat tekun mendampingi santri-santri Pondok Pesantren Hasan Kafrawi, apa kau salah satu santri itu?; dan masih banyak bukti-bukti Alumni yang banyak sukses yang bisa kuceritakan padamu ketika kita bertemu. Aku juga akan menceritakan tentangmu suatu hari. Jangan cemas.

Sekarang, ayo mulai percaya, bahwa keberhasilan bukan kerja sulap (magic). “Kerja keras” bukanlah diksi klise hanya didengungkan dalam seminar motivasi tanpa aksi. Kerja keras adalah amalan yang harus dijalankan dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Hidup memang kata kerja tak berujung. Dik, kau adalah bos dari segala mimpi-mimpi yang akan atau tidak akan terwujud. Pilihlah saja dua kemungkinan itu. Ini sudah waktumu. Kau sudah sangat dewasa untuk memahami pilihan-pilihan itu. Jangan lupa, panjatkan doa yang baik dan sungguh pada Allah. Semoga Ia senantiasa membersamai mimpi-mimpi kita. Aamiin.

Surat balasanmu akan selalu kunanti, semoga kau selalu sehat dan bahagia. 

Jepara, Ramadhan  1441 H.
Salam rindu, 
Kakakmu,



Fanada Sholihah